Hola! Been a while yaa
since my last posting, hehehhe. Jadi habis dari Jepang kemarin, gw ga ada
jadwal traveling keluar lagi, hanya beberapa kota di pulau Jawa yang gw
kunjungi itu juga pure for my family matter. Dan entah kenapa ga sempet buat
nulis-nulis dan update blog (ngeles!) hihihihi. Pas kemarin ke Malang, udah
niat aja mau bawa notebook buat nulis, ternyata kelupaan. Alhasil gw pun
menghabiskan waktu liburan dengan membaca buku dan makan, makan , makan (bilang
aja emang hobi makan!) :D
![]() |
breakfast made by Teri-san, my host in Tokyo-Japan! She made this breakfast while listening to Ebiet G Ade's song :D :D |
Eniwei, sekarang jadi
mau share dikit tentang pengalaman ber-couchsurfing. Pernah denger couchsurfing
kan ya? Yang belum, well deskripsi lengkapnya coba google ya. Tapi kurang lebih,
couchsurfing ini semacam jaringan pertemanan yang memungkinkan lu untuk
mendapatkan teman plus free accommodation in all over the world. Keren ya? Ini
konsep ‘get closer with the stranger’ yang sangat mendukung terutama klo lu
hobi jalan-jalan ala gembel macam gw, hehhee. Gw sebenernya sangat-sangat
newbie dalam hal ini. Awalnya, gw juga agak ragu untuk mencoba. I mean, stay di
tempat seseorang yang lu gak kenal...is it safe? Gw bukan tipe orang yang
gampang akrab dengan orang baru, jujur aja. Ketika traveling gw memang sering
stay di dormitory (where you have to share the rooms with the strangers) karena
the budget pushed me to do so. Tapi gw gak gampang getting along sama
backpackers yang lain juga.
Bukan berarti gw ga
ramah, ga juga sih. Gw kadang menyapa orang terlebih dulu, ngobrol, tapi kan
masih dalam taraf yang wajar ya. Sekedar say hi, trus pertanyaan seperti dari
mana, udah kemana aja, brapa lama backpacking, you know those standards
questions among backpackers. Tapi klo udah sampai pada taraf gw numpang nginep
di rumah orang kan pasti taraf kenalnya udah beda. Its same as if you have
friends, lu punya banyak teman tapi ga semua teman lu undang buat nginep
dirumah lu kan ya? Pemikiran macam itu yang awalnya muncul di benak gw ketika
berpikir tentang couchsurfing.
But then, I decided to
try. I was thought, kalo orang lain berani coba (dan banyak ternyata!), kenapa
gw nggak? So, gw beranikan untuk posting couch request ketika gw jalan ke Seoul
tahun lalu. Not really asking for a place to stay, tapi ngajak ketemuan
couchsurfers yang ada di Seoul. The respons was not bad, there was 2 people
that willing to met me in Seoul. But unfortunately, something came up when I
were in Seoul, our schedule didn’t fit, so I failed to met both of them. Those
experiences tidak membuat gw kapok, malah akhirnya gw posting lagi couch
request untuk trip gw ke Palembang di last March dan ke Jepang in last May.
Entah gw yang memang
beruntung atau memang member couchsurfing keren-keren semua, gw dapat host yang
luar biasa baik di kedua kota tersebut. Ga cuma baik, tapi gw juga dapat
pengalaman dan insight from local people yang ga bakal gw dapat klo gw visiting
those city dengan stay di hotel misalnya. Di Palembang, gw stay di rumah Ama
yang orang asli palembang. Dengan baiknya Ama bersedia menampung gw walaupun di
saat yang bersamaan dirumahnya lagi ada acara nikahan yang super rame dan
sibuk. Gw pun akhirnya jadi tahu riweuhnya persiapan nikahan ala adat Palembang
dan juga berkesempatan tinggal di rumah panggung khas palembang yang punya
banyak pintu doraemon, hehe. Pintu doraemon itu sebutan Ama, karena dia tinggal
di rumah panggung yang saling sambung-menyambung dengan rumah panggung
saudara-saudaranya. Jadi setiap kali pintu doraemon dibuka yang ada terus
nyambung ke rumah saudaranya. Seru berkeliling rumah panggung palembang yang
super gede!
Di Jepang, gw malah
ketemu host yang hobi belajar bahasa indonesia, suka makan makanan indonesia
dan hobi ngoleksi albumnya Dewa 19! Jadi dari awal email-emailan gw sudah
diwanti-wanti, nanti kalau ketemu bicara bahasa indonesia ya, biar bisa belajar
bareng. Hahahhaha. Gw pun diajak menginap oleh Teri-san (that’s how I call
her..) di apartemen kecilnya yang kira-kira berjarak 20 menit dari shinjuku
station, tepatnya di daerah chitose karasuyama. Its a nice neighbourhood,
lingkungannya kecil, aman dan rame dengan restoran! Asyiknya karena agak jauh
dari Tokyo, jadi harga makanannya juga terjangkau kantong, hahahhaa. Walopun
kecil, tapi apartemen Teri-san dilengkapi dengan sophisticated technology ala
Jepang. Ada pengalaman lucu gara-gara teknologi Jepang yang saking canggihnya
sampe bikin bingung (maklum, orang desa datang ke Jepang...hiihihi). Pas mau
mandi, Teri-san udah jelasin klo suhu air di shower diatur dengan control panel
otomatis. Jadi mau suhu air berapa tinggal pencet dan si mesin akan otomatis
mengeluarkan suara dalam bahasa Jepang tentang suhu yang diinginkan. Gw pun
ngangguk-ngangguk dengan cepat, ah tinggal pencet tombol untuk atur suhu air
apa susahnya sih. Masalah timbul ketika gw mau mandi dan udah pencet2 tombol,
tapi koq airnya ga panas-panas..... mana tombolnya berisik lagi karena tiap
kali suhu berubah selalu ada notifikasi dalam bahasa Jepang yang gw gak
mengerti. Sampe akhirnya Teri-san ketuk-ketuk pintu kamar mandi.....‘Dita-san,
are you OK? Is there any problem?’. Gw dengan malu-malu menjelaskan klo airnya
ga panas, walopun suhu sudah dirubah. Teri-san pun dengan sabar menjelaskan klo
gw perlu memutar keran lebih besar agar air menjadi panas...............
ealahh......
Meet Teri-san in this big station - shinjuku! |
Tidak hanya masalah
akomodasi, gw juga bisa bertukar cerita dengan para host gw. Dengan Ama, gw banyak bertukar cerita tentang mimpi-mimpi traveling (if you can dream it, then you can do it, Ama! :p). Oiya Ama juga mengajari beberapa bahasa lokal Palembang, tapi sepertinya yang gw ingat hanya cara merubah semua huruf vokal di belakang menjadi berakhiran 'O', hehehehe. Banyak pengalaman-pengalaman seru selama di Palembang yang membuktikan bahwa bisa menguasai bahasa lokal daerah yang kita kunjungi itu penting! Masih inget yang kejadian di deket Benteng Kuto Besak dan pas naik angkot diliatin penumpang yang lain just because I speak bahasa Indonesia....hahahahha..
Dengan Teri-san, gw
banyak bertukar cerita tentang gaya hidup orang Jepang, (including my stupid
questions: orang Jepang punya supir dan pembantu? Dan Teri-san pun menatap gw
dengan aneh......), tentang mahalnya Tokyo, tentang gigihnya Jepang bangkit
kembali setelah Tohoku Earthquake tahun 2011 kemarin, wahhhh.... semua
informasi yang tidak akan gw dapatkan klo gw tidak menggunakan couchsurfing!
Tetapi memang tidak
semua tempat ramah terhadap couch request. Di Jepang misalnya, gw sangat
beruntung mendapatkan host super baik. Teri-san sendiri mengakui Jepang tidak
terlalu ramah dengan couchsurfer, karena budaya di Jepang sebenarnya jarang
mengundang orang untuk datang ke rumah. Rumah bagi orang Jepang adalah area
yang sangat privat. Makanya tidak heran klo sepulang kerja banyak rekan kerja
yang saling mengakrabkan diri dengan minum-minum, karena mereka tidak mungkin
mengundang rekan kerja untuk makan-makan di rumah. Kalaupun banyak host di jepang,
rata-rata mereka adalah expatriate yang tinggal cukup lama di Jepang.
Ikut couchsurfing, bagi
gw sendiri seperti sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Bukan hanya
mendapatkan akomodasi gratis, gw juga mendapatkan priceless experience dan
teman super baik! Couchsurfing membuat gw merasa klo gw punya teman di seluruh
penjuru dunia yang bisa menerima gw dengan tangan terbuka, no matter where I
came from. Dan membuat gw berpikir ulang tentang konsep ‘strangers’....
2 komentar:
Such a great experience :-)
Indeed :))
Posting Komentar