Jadi, kemarin sore ceritanya gw appraisal ma si bos.
Sebenernya gw bingung mau ngomongin apa di appraisal. Gw ga terlalu suka dengan
konsep once a year, you being valued by your superior. Sama dengan konsep ujian
akhir nasional sih ini. Dimana lu dianggap ‘pantas’ untuk lulus dan dinilai
hanya dengan nilai yang lu dapat dari ujian nasional yang diadain sekali
setelah tiga tahun kerja keras, keringat dan air mata. Buat gw, kerja itu ya
apa yang lu lakukan every single day dan bos mestinya tahu hal itu. During day
to day basis inilah harusnya kita (dan si bos) saling kasih feedback each other
how to improve our performance. Ga perlu nunggu appraisal yang cuman setahun
sekali buat ngomong apa yang bisa kita improve, atau ada ide baru apa yang bisa
kita kerjakan.
![]() |
LOL |
But then gw ngerasa appraisal sama si bos kemarin lebih
kayak another ngobrol session. Gw yg udah malas sama appraisal dan si bos yang
serius meneliti form performance gw, hahhhahaah. Secara itu form diisi dengan the
power of kepepet (just 2 hours prior to my appointment with the bos!) jadilah
isinya acak kadut ga karuan. Dan bos pun mencoba untuk memetakan isi form itu
semaksimal mungkin, bahahahah. Dia pindah2 point evaluasinya, dia utak atik
weight of evaluationnya, tapi akhirnya beliau menyerah dan meminta gw untuk
ngisi lebih detail lagi, hehe. Cuman bentar appraisalnya, sisanya ngobrolin hal
yang lain-lain.
Enaknya ngobrol dengan si bos adalah gw bisa dengan bebas
ngomong apa aja. Ntah bos yang terlalu sabar atau dia bener-bener open minded.
Gw pernah mengkritik si bos yang menurut gw gak bersifat objektif,
preferencenya kliatan banget tanpa dasar yang jelas. Ngomongnya cuman sambil
lalu sih. Abis lempar komplen, gw langsung angkat telpon, karena mengira dia
juga pasti ignore complain gw. What happen next, si bos langsung sabotage
telpon gw. Dia nutup telpon gw trus ngeliat gw sambil bilang :
“Wait, I don’t want you to misunderstood. I need to
explain.”
Gw yang mengira si bos bakal ngamuk, sok cool waktu bilang
“Its OK. You don’t have to explain”
“Its OK. You don’t have to explain”
“No, I have to. I’m more senior than u, so I have to
understand why you said that “
Seriously, dia malah clarify yang gw komplen saat itu juga.
Dia bilang, dia ga boleh marah sama gw karena dia lebih senior tapi yang gw
complain itu gak bener karena dia berusaha bersikap as objective as possible. And
I said, lha kan gw complain sebagai orang awam karena that’s what it looks like
from the people point of view. Dan si bos bilang, makanya doi ngasih tahu klo
he also trying to put the pressure equally to the marketing. Gw cuman bilang,
then you should showing that so others knows, otherwise people will
misunderstand.
Anyway, satu hal pertanyaan bos yang kemarin dilontarkan dan
masih kepikiran sampe skarang. Simple sih, si bos cuman nanya, initiative apa
yang gagal gw lakukan tahun kemarin, yang belum kesampaian. Biasanya gw cuma
listed down those successful things dan bukan hal yang gak ksampaian. I mean,
it’s appraisal anyway. You should ‘sell’ what you had accomplished instead what
you couldn’t did, right? Tapi bos bilang, he need to have fair judgement jadi
kita bisa lihat mana yang gw udah lakukan dan mana yang gak gw lakukan atau
belum sempat gw lakukan. And out of my expectation, sampe rumah pertanyaan itu
masih kepikiran lho! Hahhahaha. Dan skarang pun masih berpikir-pikir, ternyata
banyak banget hal yang pengen gw lakukan, hal-hal baru mostly yang pingin gw
aplikasikan, tapi belum bisa. Ahhh, see that? When you throw the right
question, you might surprise with the answer. Dan all he did is just throw the
question, one question, dan kemudian gw jadi mikir. Somehow, jadi agak excited
untuk list down the new initiatives yang bisa dilakukan tahun ini. Perhaps,
just perhaps, when you had good discussion and the right question, appraisal is
not that bad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar